rebutanbalung.com - Sobat sehat, pada kesempatan kali ini kami akan membahas salah satu penyebab dari penyakit Retardasi Mental (RM) pada Anak yaitu Sindroma Fragile-X atau Fraxa. Apa dan bagaimana fraxa ini menjadi salah satu penyebab Retardasi Mental, berikut penjelasannya.
Gambar 1. Pola Kromosom pada Fraxa. |
Retardasi Mental (RM)
RM merupakan suatu gangguan, dimana intelektualnya berada di bawah rata-rata dan ia mengalami gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun.
RM umumnya terjadi pada laki-laki, umumnya karena terkait kromosom X (RMX : X-Linked Mental Retardation). RMX dibagi 2 kelompok besar yaitu : RMX Sindromik (Dimana RM yang disertai kelainan fenotipik yang khas seperti gambaran dismorfik, gejala neuromuscular)dan dan RMX nonspesifik (hanya RM saja). Dalam kelompok RMX sindromik termasuk : Sindroma fragile X, sindroma Coffin-Lowry dan Sindroma Rett.
RMX yang paling sering dijumpai adalah sindroma Fragile-X (FRAXA). Sindroma ini menempati tempat kedua setelah sindroma Down sebagai penyebab RM yang disebabkan faktor genetik. Sekitar 30% penderita sindroma ini menunjukkan gejala autisme, dan sebagian kecil lainnya disertai kelainan perilaku berupa sindroma hiperaktivitas.
Sindroma Fragile-X (Fraxa)
Sindroma fraxa pertama kali dilaporkan oleh Martin dan Bell (1943) yang me-nemukan adanya penderita RM dengan fenotipe yang khas: teli-nga besar dan menonjol, dagu dan dahi memanjang, dan dise-but sebagai “Sindroma Martin & Bell”.
Definisi
Fraxa merupakan penyebab disabilitas mental baik pada laki-laki maupun perempuan. Kelainan ini diturunkan secara terangkai-X (X-linked). Fraxa ini dapat mengenai laki-laki dan perempuan (jadi, perempuan dapat terkena penyakit ataupun sebagai karier).
Fraxa merupakan penyebab disabilitas mental baik pada laki-laki maupun perempuan. Kelainan ini diturunkan secara terangkai-X (X-linked). Fraxa ini dapat mengenai laki-laki dan perempuan (jadi, perempuan dapat terkena penyakit ataupun sebagai karier).
Sindroma ini meliputi kombinasi kelainan fisik dan behaviour yang khas disertai adanya daerah fragile pada lengan panjang kromosom X. Fragilitas tersebut merupakan akibat dari mutasi dari gen spesifik pada kromosom X.
Insidensi
Sindroma fragile X merupakan salah satu kelainan genetik yang tersering sebagai penyebab RM, dan menempati tempat kedua setelah sindroma Down. Sindroma ini juga merupakan penyebab tersering RM familial dan kelainan perilaku (termasuk autism dan sindroma hiperaktivitas).
Menurut Reiss dan Freund tahun 1990, pada perempuan, prevalensi abnormalitas kromosom adalah sekitar 1 per 500. Sebagian besar laki-laki yang terkena cenderung mengalami kelainan sedang sampai berat (walaupun terdapat pula laki-laki sehat dengan kromosom abnormal), sedangkan sebagian besar wanita mengalami kelainan lebih ringan (walaupun sepertiganya mempunyai IQ di bawah 70).
Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sultana MH Faradzh dari Semarang, ditemukan sekitar 2% sindroma Fragile-X di antara seluruh anak laki-laki dengan gangguan perkembangan di Jawa Tengah, dan 2,5% di antara anak laki-laki dengan gangguan perkembangan di SLB-C di Kotamadya Semarang, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Cilacap.
Patogensis
Patogenesis ataupun dasar mekanisme genetik dari kelainan ini belum jelas diketahui. Sindroma fragile X merupakan suatu keadaan unik dimana terjadi transmisi genetik MR secara terikat kromosom X (X linked), sehingga laki-laki yang terkena mengalami fragilitas pada bagian distal kromosom X.
Fragilitas ini tampak dengan frekuensi tinggi bila sel di kultur pada media dengan defisiensi timidin, dan frekuensi nya bertambah bila pada media tersebut ditambahkan 5-fluoro-deoxiuridin yang merupakan suatu timidilat sintetase inhibitor.
Sindroma fragile X memperlihatkan pola herediter X linked, dimana tidak pernah terjadi transmisi dari laki-laki ke laki-laki. Tetapi berlainan dengan penyakit lain yang diturunkan secara X linked resesif, pada sindroma ini baik laki-laki maupun wanita dapat mengalami kelainan klinik. Pola ini tidak sesuai untuk kelainan X linked, dimana biasa-nya fenotip akan manifest pada laki-laki yang membawa gen mutan. Pola ini dikenal sebagai “Sherman paradox”.
Dasar dari Sherman paradox dan fragilitas kromosom X telah menjadi jelas sejak gen penyebab sindroma fragile X ber-hasil diklon. Gen ini adalah FMR-1 (fragile X mental retardation 1) yang diekspresikan dengan level yang tinggi pada neuron.
Sherman paradox dapat dijelaskan dengan mekanisme transisi dari melalui premutasi. Alel premutasi bersifat tidak stabil dan dapat mengalami ekspansi menjadi mutasi penuh pada generasi berikutnya, di mana ekspansi menjadi mutasi penuh ini tidak terjadi pada laki-laki. Jadi Sherman paradox dijelaskan dengan adanya premutasi pada laki-laki asimptomatik yang meneruskannya kepada anak-anak perempuannya, yang kemudian menurunkan mutasi penuh kepada beberapa individu dari keturunannya.
Walaupun mutasi gen FMR-1 diketahui berhubungan dengan kelainan neurobehavio-ral spesifik, tetapi fungsi dari produk gen tersebut yaitu FMRP (FMR Protein) belum jelas diketahui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa FMRP berhubungan dengan jumlah dan panjang dendrit neuron hipokampus. Binatang dengan FMRP yang jumlahnya sedikit ternyata neuron hipokampusnya memiliki hubungan sinaptik yang lebih sedikit daripada kontrol.
Gambar 2. Pola mutasi Fraxa. |
Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang tipikal dari sindroma fragile X adalah retardasi mental. “Developmental milestone” terlambat, termasuk motorik kasar dan bahasa. Skor IQ pada laki-laki yang terkena biasanya kurang dari 70. Selain itu terdapat kelainan behaviour yang dapat mirip/berupa autism atau Attention Deficit Disorder (ADD), dan kelainan somatik. Sebagian penderita sindroma fragile-X tidak memper-lihatkan abnormalitas fisik yang nyata, terutama pada masa kanak-kanak dini.
Kelainan somatik tipikal pada laki-laki dengan sindroma fragile X adalah berupa wajah yang panjang dengan telinga yang besar dan “floopy”, serta dagu dan dahi yang menonjol, bibir bawah yang menonjol. Terdapat pula makroorkidism tanpa adanya bukti disfungsi endokrin. Makroorkidism dan gambaran fisik lainnya sulit dikenali pada anak laki-laki pre pubertas. Berat lahir biasanya normal, tetapi lingkar kepala dan tingginya cenderung diatas rata-rata. Sekitar 10% pasien memiliki lingkar kepala melebihi persentil 97 dan sindroma ini merupakan penyebab tersering gigantisme serebral.
Sekitar 20% laki-laki dengan kromosom fragile-X adalah asimptomatik, dan 30% karier wanita mengala-mi kelainan ringan. Wanita dengan mutasi penuh fragile X dapat pula memperlihatkan gangguan kognisi. Frekuensi gangguan kognisi pada wanita dengan mutasi penuh adalah sekitar 50%. Hal ini mungkin disebabkan fenomena inaktivasi kromosom X. Bila kromosom X yang mengandung mutasi fragile X mengalami inaktivasi, maka efek fenotipenya dapat berkurang atau bahkan hilang sama sekali.
Kelainan neurologis pada sindroma ini berupa gangguan perkembangan bahasa dan hiperaktivitas; gangguan perkembangan motorik tampak pada 20% laki-laki. Bangkitan epilepsi terdapat pada 25-40% laki-laki. Fenotipe perilaku yang khas pada sindroma ini adalah autisme. Penderita sindroma ini sering menampakkan kurang-nya kontak mata, “tactile defensiveness”, beberapa perilaku repetitive yang stereotipi disertai gangguan sosialisasi.
Hampir semua laki-laki Fraxa memperlihatkan perilaku autistik, tetapi hanya sebagian yang memenuhi semua kriteria diagnotik autisme, baik disertai RM maupun tidak disertai RM. Gangguan perilaku lain yang sering tampak adalah sindroma hiperaktivitas, dengan ataupun tanpa autisme. Tes profil kognitif pada sindroma fragile X memperlihatkan hasil yang hampir serupa dengan hasil tes pada kasus-kasus “high functioning autism”.
Gangguan perilaku yang sama dijumpai pada wanita pembawa sifat, tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Sebagian kecil wanita Fraxa mengalami “full-blown autism” dengan fenotipe perilaku yang khas.
Gambaran klinis lainnya memperlihatkan adanya abnormalitas struktur elastin dan displasia jaringan elastin, yaitu berupa hiperekstensibilitas sendi jari, kaki datar, dilatasi arkus aorta dan prolaps katup mitral.
Secara klinis, kita perlu mengenal ciri-ciri fenotipe yang merupakan prediktor adanya sindroma fragile X ini, yaitu: IQ kurang dari 70, riwayat keluarga yang sesuai untuk kelainan X-linked, wajah panjang, telinga besar, defisit atensi, perilaku autistik.
Diagnosis
Analisis kromosom memperlihatkan kelainan karakteristik dari kromosom X. Dengan berhasilnya identifikasi secara molekular defek gen pada sindroma fragile X, diagnosis dapat ditegakkan dengan lebih tepat.
Gambar 3. Perbedaan transkripsi kromosom pada normal dan Fraxa. |
Dengan kultur kromosom dapat diketahui kemungkinan adanya fragile X, dan bila hal ini ditemukan, perlu dilanjutkan dengan diagnosis molekular. Diagnosis sindroma fragile X ditegakkan bila kultur kromosom memperlihatkan adanya daerah “fragile” pada Xq 27.3 sebanyak 4% pada sel individu laki-laki atau 2% pada sel perempuan.
Pemeriksaan si-togenetika perlu dilakukan bila :
- Analisis kromosomal mem-perlihatkan adanya abnormalitas berupa fragile X, dan
- Secara klinis seorang individu diduga kuat mengalami sindroma fragile X.
Tatalaksana
Sampai saat ini tidak ada terapi spesifik untuk sindroma fragile X. Individu dengan fragile X perlu menjalani pemeriksaan perkembangan dan membutuhkan stimulasi untuk memperbaiki tingkat perkembangan yang dapat dicapainya. Beberapa peneliti pernah menggunakan stimulan untuk mengatasi hiperaktivitas berlebihan dan dilaporkan memberikan hasil yang baik. Asam folat dosis tinggi (0,5–1,5mg/kg/hari) diguna-kan oleh banyak peneliti, tetapi mekanisme kerja atau dimana peranannya belum diketahui secara pasti.
Tampaknya asam folat mempunyai efek stimulan ringan yang dapat memperbaiki kemampuan untuk berkonsentrasi dan mungkin mengurangi keadaan hiperkinetik. Beberapa laporan me-nyebutkan dugaan adanya efek menguntungkan dari asam folat terhadap gejala autistik, terutama bila diberikan pada usia prasekolah, tetapi pada beberapa kasus, bila diberikan setelah pubertas tidak ada efeknya atau malah mempunyai sedikit efek negatif.
Laki-laki dengan sindroma fragile X memerlukan bantuan khusus di sekolahnya, bekerja dengan pengawasan khusus dan biasanya jarang dapat hidup mandiri. Wanita yang terkena biasanya mempunyai kesulitan belajar yang lebih ringan.
Di New South Wales, Australia, dibuat suatu program konseling diagnosis dan genetika untuk sindroma fragile X. Selama periode 10 tahun, ternyata program ini berhasil menurunkan prevalensinya dari 2,5 menjadi 0,5 penderita laki-lki per 10.000 kelahiran.
Sekian mengenai Fraxa, tentang cara mendiagnosis serta tatalaksananya. Jika ada hal yang kurang jelas, silakan tanyakan dalam kolom komentar. Terima kasih.