7. Papa dan Mama Tidak Kompak
Pc 8. Tidak Kompak (sebarberitabaru.blogspot.com) |
Mendidik abak bukan hanya tanggung jawab
para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata
sepakat dalam mendidik anak2nya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang
Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR,
namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih
tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress. Jika hal ini
terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya
setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan
berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus
sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak.
Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang
berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah
satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus
mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik
terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai
duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata
Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”
8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain
Pc 9. Curhat sama Tante (biznizmamaputeri.blogspot.com) |
Pada saat kita sebagai orang tua sudah
berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik
anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung
membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om,
tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan
Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah
terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat
keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang
yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun
yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan
tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh
kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa
dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.
9. Menakuti Anak
Pc 10. Menakuti Anak (www.situsoke.com) |
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para
orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya.
Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas
ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering
kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita
telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang
kita sebutkan.
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan
pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa
karena sesungguhnya anak2 juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap
memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu
boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.”
Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan
sendirinya.
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam
mendidk anak. Konsisten merupakan keseuaian antara yang dinyatakan dan
tidakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia
sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah
atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada
anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita
seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televisi. Pikirlah
terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi
janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta
maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang
kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
Acapkali kita tidak konsisten dengan
pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini terjadi, tanpa kita
sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan
sering terjadi adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak
merengek meminta sesuatu dan rengekennya menjadi teriakan dan ada gerak
perlawanan. Anak terus mencari akal agar keinginnanya dikabulkan, bahkan
seringkali membuat kita sebagai orang tua malu. Pada saat inilah kita
seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita.
Akhirnya kita mengiyakan keinginan si Anak. “Ya sudah;kamu ambil satu
permennya. Satu saja ya!”
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah
bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dna menerapkannya
pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah
konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang
kikir atau tega. Orang beefikir demikian belum membaca buku tentang ini
dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita
sedang mendidik anak, Sekali kite konsisten anak tak akan pernah
mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun
alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
12. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik
Pc 13. Merasa bersalah (ariswildan.blogspot.com) |
Kehidupan metropolitan telah memaksa
sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktu di kantor dan di
jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang
menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat
dari perasaan bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui perilaku
buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah dia
seperti ini mungkin akrena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”
Semakin kita merasa bersalah terhadap
keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin
kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering
ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah
saya (penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya
yang seperti ini.
Apa yang sebaiknya kita lakukan? .
Apa pun yang bisa kita berikan secara
benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa
membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain.
Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang
punya kelebihan pada sapek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan
anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik.
Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu;
gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara
sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan
keluarga kita, anak akan terbiasa.
Bersambung... Anak 3- 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak
Diedit dari Buku Ayah Edy, tjokroaminoto360.wordpress.com