Pc. 1. Kasar Terhadap Anak (www.beritainspirasi.com) |
25. Paling benar dan paling tahu segalanya
Egosentris adalah masa alamiah yang
terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Usia tersebut adalah masa ketika anak
merasa paling benar dan memaksakan kehendaknya. Tapi entah mengapa
ternyata sifat ini terbawa dan masih banyak dimiliki oleh para orang
tua. Contoh ungkapan orang tua, “ah kamu ini anak bau kencur, tau apa
kamu soal hidup.” Atau, “kamu tau nggak, kalo papa/mama ini sudah banyak
makan asam garam kehidupan, jadi nggak pake kamu nasehatin papa/mama!”.
Jika kita memiliki kebiasaan semacam ini,
maka kita membuat proses komunikasi dengan anak mengalami jalan buntu.
Meskipun maksud kita adalah untuk menunjukkan superioritas kita di depan
anak, tapi yang ditangkap anak adalah semacam kesombongan yang luar
biasa, dan tentu saja tak seorang pun mau mendengarkan nasehat orang
yang sombong.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Seringkali usia dijadikan acuan tentang
banyaknya pengetahuan juga banyaknya pengalaman. Pada zaman dulu hal ini
bisa jadi benar, namun untuk saat ini, kondisi itu tidak berlaku lagi.
Siapa yang lebih banyak mendapatkan informasi dan mengikuti kegiatan
kegiatan, maka dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman.
Jadi janganlah merasa menjadi orang yang
paling tahu, paling hebat, paling alim. Dengarkanlah setiap masukan yang
datang dari anak kita.
26. Saling melempar tanggung jawab
Mendidik anak terutama menjadi tanggung
jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu. Bila kedua belah pihak merasa
kurang bertanggung jawab, maka proses pendidikan anak akan terasa
timpang dan jauh dari berhasil. Celakanya lagi, bila orang tua sudah
mulai merasakan dampak perlawanan dari anak anaknya, yang sering terjadi
malah saling menyalahkan satu sama lain.
Pernyataan yang kerap muncul adalah,
“kamu emang nggak becus ngedidik anak”, dan kemudian dibalas “enak aja
lo ngomong begitu, nah kamu sendiri, selama ini kemana aja?!”. Jika cara
ini yang dipertahankan di keluarga, akankah menyelesaikan masalah?
Tunggu saja hasilnya, pasti orang tua lah yang akan menuai hasilnya,
sang anak akan merasa perilaku buruknya adalah bukan karena
kesalahannya, tapi karena ketidak becusan salah satu dari orang tuanya.
Jelas anak kita akan merasa terbela dan semakin berperilaku buruk.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Hentikan saling menyalahkan. Ambillah
tanggung jawab kita selaku orang tua secara berimbang.keberhasilan
pendidikan ada di tangan orang tua. Pendidikan adalah kerja sama tim, da
bukan individu. Jangan pakai alasan tidak ada waktu, semua orang sama
sama memiliki waktu 24 jam sehari, jadi aturlah waktu kita dengan
berbagai macam cara dan kompaklah selalu dengan pasangan kita.
Selalu lakukan introspeksi diri sebelum introspeksi orang lain.
27. Kakak harus selalu mengalah
Di negeri ini terdapat kebiasaan bahwa
anak yang lebih tua harus selalu mengalah pada saudaranya yang lebih
muda. Tampaknya hal itu sudah menjadi budaya. Tapi sebenarnya, adakah
dasar logikanya dan dimana prinsip keadilannya?
Ada satu contoh nyata seperti berikut:
Ada seorang kakak beradik, kakak bernama
Dita dan adik bernama Rafiq. Neneknya selaku pengasuh utama selalu
memarahi Dita ketika Rafiq menangis. Tanpa mengetahui duduk persoalan
serta siapa yang salah dan benar, si Nenek selalu membela si adik dan
melimpahkan kesalahan pada kakaknya. “Kamu ini gimana sih? Sudah besar
kok tidak mau mengalah ama adiknya.” Begitulah ucapan yang keluar dari
mulut si Nenek. Terkadang dibumbui dengan cubitan pada kakaknya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Dita
menjadi anak yang tidak memiliki rasa percaya diri. Ia pun mulai
membenci adiknya. Lama kelamaan Dita mulai banyak melawan atas ketidak
adilan ini, dan yang terjadi kemudian adalah kedua bersaudara ini makin
sering bertengkar. Sementara Rafiq yang selalu dibela bela menjadi makin
egois dan makin berani menyakiti kakaknya, selalu merasa benar dan
memberaontak. Sang nenek perlahan lahan menobatkan Radja Ketjil yang
lalim di tengah keluarga ini.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Anak harus diajari untuk memahami nilai
benar dan salah atas perbuatannya terlepas dari apakah dia lebih muda
atau lebih tua. Nilai benar dan salah tidak mengenal konteks usia. Benar
selalu benar dan salah selalu salah berapapun usia pelakunya.
Berlakulah adil. Ketahuilah informasi
secara lengkap sebelum mengambil keputusan. Jelaskan nilai benar dan
salah pada masing masing anak, buat aturan main yang jelas yang mudah
dipahami oleh anak anak anda.
28. Menghukum secara fisik
Dalam kondisi emosi, kita cenderung
sensitif oleh perilaku anak, dimulai dengan suara keras, dan kemudian
meningkat menjadi tindakan fisik yang menyakiti anak.
Jika kita terbiasa dengan keadaan ini,
kita telah mendidiknya menjadi anak yang kejam dan trengginas, suka
menyakiti orang lain dan membangkang secara destruktif. Perhatikan jika
mereka bergaul dengan teman sebayanya. Percaya atau tidak, anak akan
meniru tindakan kita yang suka memukul. Anak yang suka memukul temannya
pada umumnya adalah anak yang sering dipukuli di rumahnya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah sekalipun menggunakan
hukuman fisik kepada anak, mencubit, memukul, atau menampar bahkan ada
juga yang pakai alat seperti cambuk, sabuk, rotan, atau sabetan.
Gunakanlah kata kata dan dialog, dan jika
cara dialog tidak berhasil maka cobalah evaluasi diri kita. Temukanlah
jenis kebiasaan yang keliru yang selama ini telah kita lakukan dan
menyebabkan anak kita berperilaku seperti ini.
29. Menunda atau membatalkan hukuman
Kita semua tahu bahaya yang luar biasa
dari merokok, mulai dari kanker, impotensi, sampai gangguan kehamilan
dan janin. Tapi mengapa masih banyak yang tidak peduli dan tetap
membandel untuk terus menjadi ahli hisap? Jelas karena akibat dari rokok
itu terjadi kemudian dan bukan seketika itu juga.
Begitu juga dengan anak kita. Jika anda
menjanjikan sebuah konsekuensi hukuman atau sanksi bila anak berperilaku
buruk, jangan menunggu waktu yang terlalu lama, menunda, atau bahkan
membatalkan karena alasan lupa atau kasihan.
Bila telah terjadi kesepakatan antara
kita dan anak seperti tidak boleh minta minta dibelikan permen atau
mainan dan ternyata anak mencoba coba untuk merengek, kita ingatkan
kembali pada kepadanya tentang kesepakatan yang kita buat bersama. Anak
biasanya akan berhenti merengek. Namun sayangnya kietika anak berhenti
merengek , kita menganggap masalah susah selesai dan akhirnya kita
menunda atau bahkan membatalkan hukuman entah karena lupa atau kasihan.
Apa akibatnya? Anak akan mempunya anggapan bahwa kita hanya omong doang,
maka mereka akan mempunya tendensi untuk melanggar kesepakatan karena
hukuman tidak dilaksanakan.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jila kita sudah mempunyai kesepakatan dan
anak melanggarnya, maka sanksi harus dilaksanakan, jika kita kasihan,
kita bisa mengurangi sanksinya, dan usahakan hukumanya jangan bersifat
fisik, tapi seperti pengurangan bobot kesukaan mereka seperti jam
bermain, menonton tv, ataupun bermain video game.
30. Terpancing Emosi
Jika ada keinginannya yang tidak terpenhi
anak sering kali rewel atau merengak, menagis, berguling dsb, dengan
tujuan memancing emosi kita yang apda kahirnya kita marah atau malah
mengalah. Jika kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang,
dan merasa bisa megendalikan orang tuanya. Anak akan terus berusaha
mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih
besar la gi.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara,
dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak
menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan
kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakan saja
bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak
tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi
diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia
berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit
tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada
orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang
berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi… SEKALI KITA
BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN
MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
Bersambung... Anak 6- 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak
Diedit dari Buku Ayah Edy, tjokroaminoto360.wordpress.com