Pc 1. Suka Membandingkan (www.toktokwow.com) |
19. Pendengar yang buruk
Sebagian besar orang tua adalah pendengar
yang buruk bagi anak anaknya. Benarkah? Bila ada suatu masalah yang
terjadi pada anak, orang tua lebih suka menyela, langsung menasehati
tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal usul kejadiannya.
Sebagai contoh, anak kita baru saja
pulang sekolah yang mestinya pulangnya siang, dia datang di sore hari.
Kita tidak mendapat keterangan apapun darinya atas keterlambatan
tersebut. Tentu saja kita kesal menunggu dan sekaligus khawatir. Lalu
pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya
dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak
bicara, kita selalu memotongnya. Akibatnya ia amalah tidak mau bicara
dan marah pada kita.
Bila kita tidak berusaha mendengarkan
mereka, maka mereka pun akan bersikap seperti itu pada kita dan akan
belajar mengabaikan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak menghendaki hal ini
terjadi, maka mulai saat ini jadilah pendengar yang baik. Perhatikan
setiap ucapannya. Ajukan pertanyaan pertanyaan untuk menunjukkan
ketertarikan kita akan persoalan yang dihadapinya.
20. Selalu menuruti permintaan anak.
Apakah anak kita adalah anak semata
wayang? Atau anak laki laki yang ditunggu tunggu dari beberapa anak
perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah bertahun tahun
ditunggu tunggu? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat
sayang pada anaknya sehingga ia menerapkan pola asuh open bar, atau mo
apa aja boleh atau dituruti.
Seperti Radja Ketjil, semakin hari
tuntutannya semakin aneh dan kuat, jika ini sudah menjadi kebiasaan akan
sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini akan
menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, dan tidak bisa
bersosialisasi.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Betapapun sayangnya kita pada anak,
jangan lah pernah memberlakukan pola asuh seperti ini. Rasa sayang tidak
harus di tunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika kita benar
sayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang
benar dan yang salah, yang boleh dan yang nggak. Jika tidak, rasa sayang
kita akan membuat membuatnya jadi anak yang egois dan ‘semau gue’.
Inilah yang dalam bahasa awam sering disebut anak manja.
21. Terlalu Banyak Larangan
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di
atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan
Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan
jenis orang tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung
ingin menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara
SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan
kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini
dan itu.
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan
cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti
diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi
(jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita
tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis
kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan
positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan
memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai
antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan
meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk
memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9
malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambat,
segera beri tahu Papa/Mama.
22. Terlalu Cepat Menyimpulkan
Ini adalah gejala lanjutan jika kita
sebagai orang tua yang mempunyai kebiasaan menjadi pendengar yang buruk.
Kita cenderung memotong pembicaraan pada saat anak kita sedang memberi
penjelasan, dan segera menentukan kesimpulan akhir yang biasanya
cenderung memojokkan anak kita. Padahal kesimpulan kita belum tentu
benar, dan bahan seandainya benar, cara seperti ini akan menyakitkan
hati anak kita.
Seperti contoh anak yang pulang
terlambat. Pada saat anak kita pulag terlambat dan hendak menjelaskan
penyebabnya, kita memotong pembicaraannya dengan ungkapan, “Sudah! Nggak
pake banyak alesan.” Atau “Ah, Papa/Mama tahu, kamu pasti maen ke
tempat itu lagi kan?!”.
Jika kita emlakukan kebiasaan ini terus
menerus, anak akan berpikir kita adalah orang tua ST 001 [alias Sok Tau
Nomor Satu], yang tidak mau memahami keadaan dan menyebalkan. Lalu
mereka tidak mau bercerita atau berbicara lagi, dan akibat selanjutnya
sang anak akan benar benar melakukan hal hal yang kita tuduhkan padanya.
Ia tidak mau mendengarkan nasehat kita lagi, dan pada tahapan terburuk,
dia akan pergi pada saat kita sedang berbicara padanya. Pernahkah anda
mengalami hal ini?
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah memotong pembicaraan dan
mengambil kesimpulan terlalu dini. Tak seorang pun yang suka bila
pembicaraannya dipotong, apalagi ceritanya disimpulkan oleh orang lain.
Dengarkan, dengarkan, dan dengarkan
sambil memberikan tanggapan positif dan antusias. Ada saatnya kita akan
diminta bicara, tentunya setelah anak kita selesai dengan ceritanya.
Bila anak sudah membuka pertanyaan, “menurut Papa/Mama bagaimana?”
artinya ia sudah siap untuk mendengarkan penuturan atau komentar kita.
23. Mengungkit kesalahan masa lalu
Kebiasan menjadi pendengar yang buruk dan
terlalu cepat menyimpulkan akan dilanjutkan dengan penutup yang tidak
kalah menyakitkan hati anak kita, yakni dengan mengungkit ungkit catatan
kesalahan yang pernah dibuat anak kita. Contohnya, “Tuh kan Papa/Mama
bilang apa? Kamu tidak pernah mau dengerin sih, sekarang kejadian kan.
Makanya dengerin kalau orang tua ngomong. Dasar kamu emang anak bodo
sih.”
Kiat berharap dengan mengungkit kejadian
masa lalu, anak akan belajar dari masalah. Namun yang terjadi adalah
sebaliknya, ia akan sakit hati dan berusaha mengulangi kesalahannya
sebagai tindakan balasan dari sakit hatinya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jika kita tidak ingin anak berperilaku
buruk lagi, jangan lah diungkit ungkit masa lalunya. Cukup dengan
tatapan mata, jika perlu rangkullah ia. Ikutlah berempati sampai dia
mengakui kesalahan dan kekeliruannya. Ucapkan pernyataan seperti
“manusia itu tempatnya salah dan lupa, semoga ini menjadi pelajaran
berharga buat kamu”, atau “Papa/mama bangga kamu bisa menemukan hikmah
positif dari kejadian ini”. Jika ini yang kita lakukan, maka selanjutnya
dia akan lebih mendengar nasehat kita. Coba dan buktikanlah!.
24. Suka Membandingkan
Hal yang paling menyebalkan adalah saat
kita dibandingkan dengan orang lain. Bila kita sedang berada di suatu
acara dan bertemu dengan orang yang berpakaian hampir sama atau berwarna
sama, kita merasa tidak nyaman untuk berdekatan. Apalagi jiak
disbanding bandingkan [FTR, saya tidak merasa seperti ini lho!]
Secara psikologis, kita sangat tdiak suka
bila keberadaan kita baik secara fisik atau sifat sifat kita
dibandingkan dengan orang lain. Coba ingat ingatlah pengalaman kita saat
ada orang yang membandingkan kita, bagaimana perasaan kita saat itu?
Tetapi anehnya, kebanyakan orang tua
entah kenapa justru sering melakukan hal ini pada anaknya. Misal
membandingkan anak yang malas dengan yang rajin. Anak yang rapi dengan
yang gedabrus. Anak yang cekatan dengan anak yang lamban. Terutama juga
anak yang mendapat nilai tinggi di sekolah dengan anak yang nilainya
rendah. Ungkapan yang sering terdengar biasanya seperti, “Coba kamu mau
rajin belajar kayak adik mu, maka pasti nilai kamu tidak seperti ini!”.
Jika kita tetap melakukan kebiasaan ini,
maka ada beberapa akibat yang langsung kita rasakan; anak kita makin
tidak menukai kita. anak yang dibandingkan akan iri dan dengki dengan si
pembanding. Anak pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tiap manusia terlahir dengan karakter dan
sifat yang unik. Maka jangan sekali kali membandingkan satu dengan yang
lainnya. Catatlah perubahan perilaku masing masing anak. Jika ingin
membandingkan, bandingkanlah dengan perilaku mereka di masa lalu,
ataupun dengan nilai nilai ideal yang ingin mereka capai. Misalnya, “Eh,
biasanya anak papa/mama suka merapikan tempat tidur, kenapa hari ini
nggak ya?”
Bersambung... Anak 5- 37 Kebiasaan Orang Tua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak
Diedit dari Buku Ayah Edy, tjokroaminoto360.wordpress.com