Kata Para Tokoh Nasional Mengenai Kenaikan Dolar

REVOLUSIILMIAH.com - Kenaikan dolar yang menembus 14 ribu rupiah per dolar Amerika Serikat (AS) mengundang tanda tanya besar terkait kinerja pemerintahan. Pergantian menteri yang baru-baru ini dilakukan, apakah bisa menjawab tantangan besar tersebut? Patut untuk ditunggu. Namun, kejadian yang saat ini terjadi betul-betul harus dicermati, para tokoh nasional pun tidak tinggal diam, ada yang berkomentar karena ada permasalahan global, baik ekonomi maupun pertahanan keamanan, permasalahan internal dalam pemerintahan dan indonesia, namun ada pula yang menyatakan tidak masalah karena meskipun rupiah melemah, namun selama kekuatan berada di tangan mikro ekonomi, maka kenaikan dolar pun tidak menjadi masalah.

revolusiilmiah.com - Presiden Jokowi
Presiden Jokowi. (Foto : viva.co.id)

Para Tokoh Nasional Berbicara Masalah Kenaikan Dolar

Menanggapi masalah kenaikan dolar dan kelambatan ekonomi, kita mulai dari Presiden dan Wakil Presiden terlebih dahulu, seperti dikutip dari merdeka.com :
Presiden Jokowi menyampaikan "Gubernur BI saja tenang-tenang, saya juga tenang-tenang.", "Kalau masalah intervensi (terhadap kenaikan dolar-red) tanyakan kepada Gubernur BI."
Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi dengan lebih santai, "Yang harus dilihat, rupiah 13 ribu sekarang dengan 13 ribu lebih dari 10 tahun yang lalu berbeda. Apalagi Anda bandingkan dengan krisis 1998. Saat itu sampai kita krisis 15 ribu rupiah. 13 ribu rupiah sekarang kira-kira sama dengan 7 ribu rupiah zaman dulu. Ya, jadi jangan samakan rupiah waktu krisis 98 dengan rupiah sekarang.", "Kalau Anda punya 13 ribu rupiah tahun 98, Anda bisa makan berdua dengan nasi padang, tapi kalau 13 ribu rupiah sekarang, 1 porsi saja belum tentu cukup. Jadi jangan samakan nilainya dulu dengan sekarang, tidak bisa, beda.", "Untuk importir tentu agak berat juga. Tapi secara umum justru kita perlu banyak ekspor, justru kita ingin kurangi defisit, sehingga dengan rupiah 13 ribu itu bagi ekonomi kita sebenarnya tidak menjadi soal.", "Tentu kita juga harus perhatikan masalah-masalah kita juga, apa yang memperkuat ekspor kita lebih lanjut. Kalau rupiah melemah artinya ekspor akan naik. Hal bagus. Pendapatan rakyat lebih banyak ekspor, impor akan lebih sulit."
Baca : Sejarah Perjalanan Politik dari Masa ke Masa

Masih dalam situs yang sama, Ketua LP3E Kadin Indonesia Didik J. Rachbini berujar "Prediksi saya enam bulan lalu itu kurs rupiah sekitar 12 ribu sampai 12 ribu 500 rupiah per dolar, itu normalnya" namun, "Mengapa rupiah ini masih goyang terus? Karena pemerintah sangat meremehkan. Jadi nggak boleh meremehkan nilai tukar. Dan jangan menyatakan bahwa nilai rupiah melemah, pemerintah untung. Jangan begitu.", "Gubernur BI saja tenang-tenang, saya juga tenang-tenang." Tutupnya.
Sejalan dengan tokoh-tokoh tersebut, menanggapi melemahnya rupiah dan perekonomian, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berujar, "Proyeksi pertumbuhan ekonomi ini berdasarkan kondisi terakhir dan kami cari solusi yang paling realistis.", "Investasi diperkirakan masih oke, tapi kalau melihat dunia yang penuh ketidakpastian, mungkin laju investasi tidak sebaik yang kita harapkan.", "Ekspor 'basically hopeless', tapi kita upayakan agara jangan sampai negatif. Saat ini, harga komoditas sudah sedemikian rendah dan susa naik, akibatnya harga minyak dunia yang rendah seperti sekarang."

Namun, Ekonom UI melalui situs cnnindonesia menyampaikan bahwa "Jadi mengapa rupiah terus melemah padahal pasokan dolar AS lebih besar ketimbang permintaanya? Penyebabnya diduga pemilik dolar AS tidak menukarkan dolarnya ke rupiah karena motif berjaga-jaga. Kalau saya sih menilai seharunya rupiah berada di level 11 ribu per dolar AS.", "Ada semacam kiris kepercayaan dan tergerusnya trust terhadap pemerintahan dan BI. Hal itu mengakibatkan pasokan dolar AS di pasar valuta asing tidak meningkat. Apalagi mengingat volume transaksi di pasar valuta asing sangat tipis. sekitar 2 miliar dolar AS saja dalam sehari." tutupnya.

Meskipun demikian, ada kabar baik dari Surabaya terkait masalah kenaikan dolar AS, menurut Walikota Surabaya Tri Rismaharini, yang dirangkum dari situs Antara mengatakan bahwa "Kenapa warga Surabaya tidak peduli dolar mau naik atau tidak, karena kekuatan kita ada di ekonomi mikro, sehingga mereka tidak terpengaruh terhadap dolar." Lanjutnya, "Saat itu (Krisis Moneter) di Jakarta mal-mal mulai sepi, tapi dia bingung ketika masuk kampung di Surabaya, kenapa orang kampung masih bisa tersenyum? Di juga masuk ke mal-mal dan pasar, kenapa Surabaya masih ramai tidak seperti Jakarta yang langsung turun drastis." Dan yang utama dari pernyataan Ibu Risma adalah kesenjangan ekonomi antara si kaya dan miskin di Surabaya tidak terlalu tinggi.

Dolar AS saat ini semakin menekan nilai rupiah, Benarkah kondisi ini akan membaik sejalan dengan kepastian yang mungkin terjadi pada ekonomi AS dan kondisi keamanan global, Perbaikan kinerja kabinet paska resuffle serta Langkah-langkah nyata yang dilakukan Pemerintah atau bahkan sebaliknya. Wallahualam, hanya Tuhan yang Maha Mengetahui. Kita hanya berharap dan berdoa semoga diberikan yang terbaik bagi Bangsa Indonesia. Bagaimana menurut Anda? (OKW)

Please Share and Comment ↓

Related Posts

Previous
Next Post »