Selamat Pagi Pembaca Setia Revolusi Ilmiah, pada hari ini kami akan hadirkan sebuah tulisan mengenai penanganan penyakit tifes, semoga bisa menjadi referensi pengetahuan dan terapi yang dapat diberikan dengan baik dan benar.
Penyakit Tifes (Demam Tifoid) hingga saat ini masih merupakan masalah global. Tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun Penyakit Tifes masih merupakan problema masyarakat.
Penyakit Tifes (Demam Tifoid) hingga saat ini masih merupakan masalah global. Tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun Penyakit Tifes masih merupakan problema masyarakat.
Problema yang muncul adalah dalam hal bagaimana cara menegakkan diagnosis, cara penanganan, dan cara pencegahannya.
Untuk menegakkan diagnosis
misalnya, dokter kadang mengalami kesulitan mengingat gejalanya sering
mirip penyakit infeksi yang lain, seperti: Demam Dengue, Leptospirosis,
Malaria, Infeksi saluran Kencing, atau Infeksi Saluran nafas.
Untuk memastikan Diagnosispun,
belum semua Rumah Sakit mampu melakukan pemeriksaan kultur darah.
Akibatnya, hanya dengan gejala klinik dan pemeriksaan penunjang
sederhana (tes Widal) penyakit ini ditegakkan diagnosisnya.
Obat terpilih (pilihan pertama)
untuk penanganan Tifes adalah Chloramphenicol. Sebagian besar dokter
masih menggunakan obat tersebut. Sekarang mulai muncul masalah baru
yaitu: adanya kekambuhan. Tidak sedikit pasien tifes yang mendapatkan
pengobatan tersebut mudah kambuh.
Selanjutnya masalah resistensi
obat. Kuman penyebab Tifes, Salmonella typhi, sebagian mengalami
resistensi terhadap obat chloramphenicol. Artinya, bila diberikan obat
tersebut, maka kuman sudah kebal dengan mekanisme alamiah.
Gejala dan tanda
Masa inkubasi
(masuknya kuman sampai timbul gejala) sekitar 10-14 hari (5-23 hari).
Gejala yang muncul antara lain: demam akut (tiba-tiba), demam menggigil,
sakit kepala dan gangguan di seputar perut (mual, muntah, rasa tidak
nyaman di uluhati) serta nafsu makan menurun.
Tanda penyakit Tifes: demam
naik secara bertahap, kadang sampai 41 oC. Kenaikan suhu ini dapat
berlangsung terus menerus, atau naik turun. Umumnya suhu badan akan
meningkat menjelang sore hari. Terdapat bradikardi relative, yaitu
kenaikan denyut nadi tidak sebanding dengan kenaikan suhu badan.
Ada lidah tifes berupa: lidah
kemerahan dengan tepi lidah berwarna putih. Sebagian pasien mengalami
meteorismus: perut membuncit akibat gerakan usus melemah, sehingga udara
tertahan di usus dan sulit dikeluarkan. Kadang pasien mengalami
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali).
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis
Tifes, masih dapat menggunakan Skor Klinik Demam Tifoid. Skor ini
memberi nilai satu dan dua dari tiap gejala dan tanda yang dialami
pasien. Skor satu diberikan untuk gejala: demam kurang dari satu minggu,
sakit kepala, badan “nglungrah” (tak bertenaga), mual, nyeri perut dan
nafsu makan turun. Skor satu diberikan pula untuk tanda: muntah dan penurunan gerakan usus.
Sedangkan skor dua diberikan untuk: kesulitan tidur, pembesaran hati dan limpa, serta demam yang lebih dari satu minggu.
Apabila dijumlahkan, maka skor
klinik Tifes dapat sampai angka 20. Akan tetapi bila skor klinik
mencapai 13 atau lebih sudah dapat dinyatakan bahwa Klinis Demam Tifoid.
Guna membantu menegakkan
diagnosis Tifes, diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium. Antara
lain darah rutin kadang ditemukan leukopeni (jumlah leukosit menurun).
Pemeriksaan
laboratorium Widal masih dapat digunakan, akan tetapi harus lebih
berhati-hati di dalam memberikan interpretasi terhadap
Widal. Pada sebagian pasien hasil Widal positif akan bertahan
berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai satu tahun setelah serangan Tifes
masih positif. Tapi tidak berarti sekarang sedang terserang tifes.
Pemeriksaan berikutnya yang
cukup membantu menegakkan diagnosis Tifes adalah IgM Salmonela (Tubex
TF). Pemeriksaan ini menghasilkan hasil positif di saat panas hari ke
empat atau kelima. Dan Sebagian akan bertahan tetap positif sampai 35
hari atau ada yang sampai dua bulan masih positif.
Oleh karena itu, jangan
protes ke dokter jika sudah sembuh dari tifes kok hasil IgM
Salmonelanya masih positif. Ini adalah kekebalan tubuh kita terhadap
kuman tifes. Bukan berarti kita sedang tifes, atau kambuh tifesnya,
selama tidak ada demam, walaupun IgM Salmonelanya positif.
Jadi, sebaiknya kita menggunakan
hasil pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis. Jangan
mengobati hasil pemeriksaan laboratorium bila tidak ada gejala dan tanda
yang mengarah ke demam Tifoid (tifes).
Penanganan Terkini
Penanganan
Tifes tidak cukup
dengan antibiotic. Perlu perawatan umum dan tidak selalu dirawat di
rumah sakit. Indikasi dirawat di rumah sakit bila pasien muntah
berulang, demam tinggi yang tidak turun dengan obat turun panas, serta
badan lemas tak bertenaga.
Antibiotik
yang menjadi pilihan utama hingga saat ini masih golongan
chloramphenicol. Akan tetapi kelemahan obat ini harus diberikan
selama 14 hari dan sehari tiga sampai empat kali minum. Padahal
sebagian pasien sering hari ke tujuh sudah tidak demam dan obat akan
segera dihentikan dengan sendirinya. Akibatnya pengobatan menjadi tidak
efektif serta memungkinkan untuk kambuh lagi. Disamping itu akan
memudahkan resistensi kuman (kebal) terhadap antibotik yang diberikan.
Antibiotik berikutnya adalah
kelompok Fluoroquinolone yakni Ciprofloxacin dan Levofloxacin.
Ciprofloxocin merupakan antibiotic yang bagus untuk Tifes. Obat ini
mampu mengejar kuman penyebab tifes sampai ke sumsum tulang (tempat
bersembunyi Salmonella Typhi di tubuh kita). Hanya saja obat ini
diberikan dalam waktu tujuh hari dengan dosis dua kali sehari.
Antibiotik
terkini yang sudah
dilakukan penelitian di beberapa kota di Indonesia (Jakarta, Bandung,
Semarang, Malang, Denpasar, Makasar) adalah Levofloxacin. Keuntungan
obat ini, mampu menurunkan panas lebih awal dibandingkan ciprofloxacin.
Selain itu, efek samping (mual, muntah, tidak nyaman di perut,
mengganggu fungsi hati) lebih ringan daripada ciprofloxacin. Dan
diberikan selama tujuh hari namun dengan dosis cukup sekali sehari. Bagi
pasien tentu lebih nyaman bila hanya minum obat sekali sehari
(bandingkan dengan chloramphenicol yang 3-4 kali, ciprofloxacin yang 2x
sehari).
Antibiotik Levofloxacine selama
ini dikenal untuk Infeksi Saluran nafas, Infeksi Paru (Pneumoni) dan
Infeksi saluran Kencing. Dengan penelitian tersebut ternyata mampu
mengatasi kuman Salmonella Typhi dengan hasil yang bagus.
Sekarang, banyak peneliti yang
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada pasien Tifes se-awal mungkin. Dan ternyata,
karena sebagian pasien Tifes tidak menyukai bubur, begitu diberi
kesempatan makan nasi langsung meningkat selera makannya. Akibatnya,
meningkatkan proses kesembuhan pasien dan tipesnya menjadi cepat
sembuh.
Apabila pasien tifes lebih
menyukai makan nasi daripada bubur, ya silakan saja. Jangan takut
ususnya menjadi bocor hanya karena makan nasi. Karena sampai sekarang
masih banyak pasien yang bertanya: “sakit tifes kok disuruh makan nasi
tho dok? Kalau seperti ini kapan sembuhnya?”
Seperti kita ketahui, apapun
makanan kita, akan dilembutkan di lambung kita. Sehingga begitu sampai
ke usus halus dan usus besar sudah dalam keadaan lembut. Otomatis tidak
mempengaruhi usus kita kan? Jadi tidaklah mungkin usus bocor gara-gara
makan nasi! #Penyakit #Demam Thypoid #Anak
Dr Muchlis AU Sofro: SpPD-KPTI, FINASIM, Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi/FK UNDIP
Diedit dari rskariadi.co.id