Mengenang Spirit Pangeran Diponegoro

REVOLUSIILMIAH.COM - Bandoro Raden Mas Ontowiryo atau dikenal dengan Kanjeng Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785. Ayah beliau adalah Sri Sultan Hamengku Buwono III (HB III) dengan selir Raden Ayu Mangkorowati. Pangeran Diponogoro adalah orang kerajaan yang lebih senang hidup dengan keagamaan dan kesetaraan terhadap rakyatnya, dibuktikan dengan beliau tinggal di desa, yaitu Desa Tegalrejo. Kenangan yang sampai saat ini melekat kepada beliau adalah sebagai seorang pahlawan yang gigih memperjuangkan kepentingan rakyat untuk melawan penjajahan Belanda. Tidak dapat dipungkiri perang antara Belanda dengan Pangeran Diponegoro menjadi sebuah pukulan yang telak terhadap Belanda, bagaimana tidak, dalam tempo 5 tahun, perang yang Belanda sebut Java Oorlog (Perang Jawa) tersebut telah merugikan Belanda tidak kurang dari 15.000 prajurit dan 20 juta Gulden, suatu jumlah yang tidak sedikit.

Revolusi Ilmiah - Salah satu pahlawan kemerdekaan yang gigih dan ulet
Salah satu pahlawan kemerdekaan yang gigih dan ulet. (Gambar : Misi Studio)

Perang Jawa

Pada masa kepemimpinan HB V (1822), Pangeran Diponegoro tidak menyetujui jika sistem pemerintahan dipegang oleh Patih Danurejo bersama Reserse Belanda. Perlawanan tersebut memuncak pada tahun 1825, setelah Belanda membuat jalan yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang melewati halaman rumah Beliau (sekarang rel kereta api). Belanda yang tidak meminta izin kepada Pangeran Diponegoro, sehingga Belanda mendapatkan perlawanan dari Pangeran dan laskarnya. Belanda mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak. Tepatnya pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda mengepung kediaman beliau. Akibatnya Pangeran terdesak, kemudian Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan perjalanan beliau ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran Diponegoro membakar habis kediaman Pangeran. 

Di Goa Selarong, Pangeran Diponegoro untuk menyusun strategi gerilya melawan Belanda. Pangeran menempati goa sebelah barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah timur. Setelah semua persiapan mencukupi, kemudian Pangeran dan pasukannya menyerang pos-pos pertahanan Belanda. Tak ayal, perang melawan Pangeran Diponegoro, telah banyak memakan korban dan uang di pihak Belanda yang tidak sedikit. Sampai, Belanda menemukan siasat licik untuk menghentikan perlawan Pangeran Diponegoro.

Siasat Licik Belanda

Setelah perang selama lima tahun dan menderita kerugian besar serta menjajikan imbalan 50.000 gulden bagi siapa yang dapat menagkap Pangeran Diponegoro, Belanda belum juga mampu membekuk Pangeran. Akirnya pada tanggal 16 Februari 1830, Kolonel Cleerens menemui Pangeran Diponegoro di Remo Kamal, Bagelan, Purworejo, untuk mengajak berunding di Magelang. Usul ini disetujui Pangeran. Pada Tanggal 28 Maret 1830, bersama laskarnya, Pangeran Diponegoro menemui Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock. Pada pertemuan tersebut De Kock memaksa Pangeran untuk menghentikan perang. Permintaan itu ditolak Pangeran. Tetapi Belanda, melalui Kolonel Du Perron telah menyiapkan penyergapan dengan sangat teliti. Pangeran dan seluruh laskarnya berhasil dilumpuhkan. Hari itu juga Pangeran diasingkan ke Ungaran kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang. 

Pada tanggal 5 April 1830, beliau dan prajuritnya dibawa ke Batavia menggunakan Kapal Pollux. 11 April 1830 sesampainya di Batavia, beliau ditahan di Stadhuis (sekarang Gedung Museum Fatahillah). 30 April 1830, Gubernur Jenderal Van den Bosch menjatuhkan hukuman pengasingan atas Pangeran Diponegoro, Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng juga Nyai Sotaruno ke Manado. 3 Mei 1830, rombongan Pangeran diberangkatkan dengan Kapal Pollux dan ditawan di Benteng Amsterdam. Belanda merasa,  Pangeran masih menjadi ancaman, karena di tempat ini masih bisa melakukan komunikasi dengan rakyat. Pada tahun 1834 diasingkan secara terpisah. Pangeran bersama Retnaningsih diasingkan ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan di tahan di Benteng Roterdam dalam pengawasan ketat. Di benteng ini, Pangeran tidak lagi bebas bergerak. Menghabiskan hari-harinya bersama Retnaningsih, Pangeran Diponegoro akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 8 Januari 1855. Jasad beliau disemayamkan di Kampung Melayu Makassar, berdampingan dengan makam Retnaningsih.

Setelah kurang lebih 90 paska Pangeran meninggal, RI memperoleh kemerdekaan, dan saat ini pun nama beliau tercatat sebagai salah satu pahlawan kemerdekaan. Perjuangan yang gigih dan pantang menyerah telah beliau contohkan bersama laskarnya, sekarang adalah saat pembangunan dan mewujukan cita-cita para pahlawan, salah satunya Pangeran Diponegoro yaitu Kondisi yang Adil bagi Seluruh Rakyat Indonesia. (M-ANT)

Jangan lewatkan :

Please Share and Comment ↓

Related Posts

Previous
Next Post »